Senin, 22 Februari 2016

Garis Tengah

Sejujurnya, gua masih percaya ga percaya udah duduk di kelas 9. Rasanya belum lama gua duduk di bangku smp. Masih inget gua yang cupu, dalam artian belum tau banyak hal. Mimpi masih dangkal, klise. Terus naik kelas. Ikut organisasi. Mata mulai kebuka. Kenal dunia. Akrab sama kesibukan, visi, misi, mimpi. Perlahan belajar kemampuan non-akademik, walaupun harus dibayar mahal dengan turunnya nilai akademik secara drastis.

Gua pun mulai banyak kenal sifat orang, which is temen-temen gua, 195 orang lebih. Perkembangan mereka. Ada yang gitu-gitu aja. Ibarat perubahan fisika, masih keliatan sifat alamiahnya. Ada yang garis perubahannya signifikan. Semakin naik kelas semakin nyoba hal hal yang 'antimainstream'. Karena antimainstream itulah, sesuatu yang jelas-jelas salah malah dibanggakan. Sepantes apa sih?

Gua pernah baca di novel Dilan, jadi orang bandel itu ga gampang. Harus punya nyali buat ngelakuin kebandelan itu sendiri. Harus terima konsekuensi nantinya. Belum lagi ngeimbangin sama hal-hal yang kontra. Prestasi, hafalan, orangtua, masa depan contohnya. Harus tahan cemoohan, cibiran, sindiran. Lu ngerasain banget gimana kesenangan itu ditukar dengna harga yang pantas. You're happy but you'll get hurt. Latar belakang ini pula yang mewarnai perjuangan hidup lu.

Dari buku yang sama pula, orang bandel lebih keren dari pada orang baik-baik karena orang yang keliatan baik-baik itu ngikut arus. Ga berani mencoba. Datar. Lebih tepatnya, ga tau mau ngapain sehingga ikut aja yang jelas-jelas bener. Anti-masalah, ga cakap menganggapinya. Butuh sandaran orang lain sebagai solusi.Padahal, hidup siapa sih yang ga bakal ketemu masalah?

So, do we should be a recalcitrant teenager ?
No.

Jadi orang baik tetep lebih sulit.
Bukan sebagai orang 'baik-baik' yang gua deskripsiin diatas. It's perfectly called as 'flat person'.

Lebih sulit nurutin hawa nafsu / nahan hawa nafsu?
Lebih sulit berpaling dari kebaikan / istiqomah dengan kebaikan?
Kebandelan itu nafsu, isn't it? Lu bisa keren dengan membiasakan hal-hal baik dan kejar passion lu. Daripada keluyuran ga jelas yang belum tentu ada manfaatnya. Abis waktu lu sia-sia. Rugi hidup lu.

Masih muda kali, puas-puasin bandelnya.

Emang manusia ada puasnya? Dengan tingkat kebandelan yang udah lu capai, semerta-merta lu puas? Dan akhirnya lu bosen trus berhenti? Seenak ketek ninggalin kebandelan itu? Yakin? Adanya lu terlena, terbiasa, dan akhirnya lupa sama kebiasaan baik yang ngasih banyak manfaat ke lu.

Emang hidup di jalan lurus ga ada tantangannya? Banyak! Lu pikir bertahan dengan kebiasaan baik dalam segala kondisi gampang? Seimbangin nafsu sama kewajiban gampang? Bisa cita-cita dikejar cuma modal angan? NGIMPI LU SELANGIT!

It's okay kalo lu agak cenderung ke hal yang terkesan negatif. Asal tau jati diri sendiri. Tau batesannya. Always watchful lah. Bisa seimbang. Tau harus ngapain. Dan yang penting, sesuai porsi. Sadar kewajiban yang ga boleh lu tinggalin.

Got it?

Tulisan ini buat siapa? Buat gua sendiri.
Tata Qonita.

Jumat, 24 Juli 2015

Terima Kasih, Teman-teman!

Teman teman, terima kasih...
Kepada mereka yang menjadi kakak kelasku,
Terima kasih telah menjadi kakak kelas yang menginspirasi
Memang, memang tak harus melulu dibuktikan dengan sikap menyenangkan padaku; dekat; menyapa jika bertemu; membelaku; mendukungku; tidak pernah menyakitiku; dan sejenis itu...
Tapi atas semua sikap, termasuk yang tidak menyenangkan, walaupun aku tidak mengenalmu begitu dalam, atau kau yang selalu ambil peran paling perhatian atas tindakanku -mengomentari you can say-, atau kau yang selalu mencibir, atau bahkan tak menyukaiku, mengatakan banyak hal tentangku, membanding-bandingkanku ...
Tidak apa-apa, terima kasih, telah membagi perhatianmu. Tapi biarkan aku hidup bersama duniaku. Biarkan aku berkarya dengan duniaku. Lepaskan aku dari komentar yang mungkin, mengikatku. Inilah aku. Biarkan aku belajar banyak dari sudut pandang yang berbeda denganmu.
Atau dari mereka yang bersikap menyenangkan padaku. Terima kasih banyak. Terima kasih untuk selalu mendukung. Mengerti. Memahami. Atau bahkan kau mungkin tidak mengenalku, tetapi akulah yang sepertinya dekat dengan kehidupanmu. Terima kasih telah menjadi teladan. Terima kasih telah menjadi inspirasi banyak sikap. Terima kasih telah menyindir sikapku yang terkadang kurang pantas dengan amat halus dan bijaksana. Tindakan nyata. Inspirasi banyak orang, bagi mereka yang mau memahami, bukan? Sungguh, sungguh terima kasih.
Teman teman, terima kasih...
Kepada mereka yang menjadi adik kelasku,
Terima kasih telah menjadi adik kelas yang mengajariku banyak
Dari hal kecil, menyentil aku untuk terus bersikap sebagaimana mestinya ketika aku sedang khilaf. Mengingatkan ketika aku tak peka, tak peduli, meski sebenarnya aku sadar aku sedang salah. Terima kasih telah mendidik aku untuk lebih dewasa. Dari kalian aku belajar tentang penerimaan dalam hidup. Tentang bagaimana menjadi uhm, kakak. Terima kasih atas partisipasi dalam banyak hal. Tanpa kalian mungkin, tak ada warna yang ramai dalam coretan jejak perjalanan kami.

Senin, 30 Maret 2015

Jatuh Itu Perlu


Bismillah.
What do you think if you 'fall' from high position?
Jatuh, bukan artian sebenarnya. Ketika lu adalah orang yang bisa ini, bisa itu, ahli ini, ahli itu. Ketika lu selalu teratas dalam suatu/ berbagai hal, maka lu perlu jatuh.
Seringkali kita merasa saat kita lagi jatuh itu, saat biasanya hukum –gue-selalu-bisa-mendapatkan-apa-yang-gue-mau ga lagi berlaku, kita langsung minder. Down. Ngedrop. Berasa gak punya apa-apa. Gak bisa apa-apa.
Langsung ngerasa, katakanlah, “Oh ternyata gue gabisa. Seorang gue coy! Gue! Seorang gue dikalahin! Punya apa gue punya apaa… Oh Tuhaaan”. Lebay over. Haha. Tapi gak jauh-jauh lah dari itu. Contohnya aja nih, seorang anak yang nilainya selalu 100, 90, serendah-rendahnya 85 itupun jaarang beut, sebuat aja T (Tata haha AMIN). Ketika si T dapet nilai 80 aja, apa yang dia rasain?
Mental dia belum terasah buat di posisi bawah. Maka sekalinya dia dibawah, dia langsung tekapar~ #ea. Mindset dia langsung keruh. Negatif. Ah udahlah, gue yang biasanya bisa aja dah gabisa. Gitu. Padahal kalo dia terus belajar aja, nilai dia bisa kedongkrak lagi. Padahal ya, inilah kehidupan. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang pasang, kadang surut. Kadang hitam, kadang putih. Ya gak? Dunia ini gak sebatas ruang lingkup kehidupan lu doang! Jenjang atas itu lebih keras dan masih panjang. Kalo lu terus-terusan belum terbiasa dan gak kuat berada di posisi bawah, gimana lu bisa bertahan nanti? Gitu tuh. Azek.

Senin, 16 Maret 2015

Sudut Pandang

Bismillah.
Kadang, ga semua kejadian, peristiwa, pribadi orang, masalah-masalah, atau apapun itu bisa langsung kita nilai dari kasat mata
Liat dari kulit doang, liat dari luar doang, liat satu kali doang
Sok tahu menilai, menyimpulkan macam-macam
Terus akhirnya, kesimpulan yang kita tarik malah salah
Gak jarang berbanding terbalik sama kenyataan
Lama-lama jadi gosip, desas-desus kosong tanpa makna
Gak bisa seegois itu hey, mengambil kesimpulan!
Ibarat kue dengan dekorasi yang keliatannya berantakan
Tapi rasanya? Siapa yang tahu kan?
Lantas apa kita bisa langsung menilai rasa dari dekorasinya?
Why you are too short to think, hey?
Bisa jadi rasa kue itu enak, punya paduan rasa yang menarik
BEDA dari yang lain
Kalo bisa lebih istimewa kenapa enggak?
Sudut pandang itu bukan cuma satu
Bukan cuma milikmu,
Masih banyak sudut sudut lain yang perlu kamu jelajahi -.-
Paham?
So,
Belajarlah menilai dari pendapat semua orang,
Jangan dari pendapat sendiri,
dan pelajari dahulu sesuatu yang mau kau tarik kesimpulannya
Menilailah dengan profesional!
.
.
.

#haha