Sejujurnya, gua masih percaya ga percaya udah duduk di kelas 9. Rasanya belum lama gua duduk di bangku smp. Masih inget gua yang cupu, dalam artian belum tau banyak hal. Mimpi masih dangkal, klise. Terus naik kelas. Ikut organisasi. Mata mulai kebuka. Kenal dunia. Akrab sama kesibukan, visi, misi, mimpi. Perlahan belajar kemampuan non-akademik, walaupun harus dibayar mahal dengan turunnya nilai akademik secara drastis.
Gua pun mulai banyak kenal sifat orang, which is temen-temen gua, 195 orang lebih. Perkembangan mereka. Ada yang gitu-gitu aja. Ibarat perubahan fisika, masih keliatan sifat alamiahnya. Ada yang garis perubahannya signifikan. Semakin naik kelas semakin nyoba hal hal yang 'antimainstream'. Karena antimainstream itulah, sesuatu yang jelas-jelas salah malah dibanggakan. Sepantes apa sih?
Gua pernah baca di novel Dilan, jadi orang bandel itu ga gampang. Harus punya nyali buat ngelakuin kebandelan itu sendiri. Harus terima konsekuensi nantinya. Belum lagi ngeimbangin sama hal-hal yang kontra. Prestasi, hafalan, orangtua, masa depan contohnya. Harus tahan cemoohan, cibiran, sindiran. Lu ngerasain banget gimana kesenangan itu ditukar dengna harga yang pantas. You're happy but you'll get hurt. Latar belakang ini pula yang mewarnai perjuangan hidup lu.
Dari buku yang sama pula, orang bandel lebih keren dari pada orang baik-baik karena orang yang keliatan baik-baik itu ngikut arus. Ga berani mencoba. Datar. Lebih tepatnya, ga tau mau ngapain sehingga ikut aja yang jelas-jelas bener. Anti-masalah, ga cakap menganggapinya. Butuh sandaran orang lain sebagai solusi.Padahal, hidup siapa sih yang ga bakal ketemu masalah?
So, do we should be a recalcitrant teenager ?
No.
Jadi orang baik tetep lebih sulit.
Bukan sebagai orang 'baik-baik' yang gua deskripsiin diatas. It's perfectly called as 'flat person'.
Lebih sulit nurutin hawa nafsu / nahan hawa nafsu?
Lebih sulit berpaling dari kebaikan / istiqomah dengan kebaikan?
Kebandelan itu nafsu, isn't it? Lu bisa keren dengan membiasakan hal-hal baik dan kejar passion lu. Daripada keluyuran ga jelas yang belum tentu ada manfaatnya. Abis waktu lu sia-sia. Rugi hidup lu.
Masih muda kali, puas-puasin bandelnya.
Emang manusia ada puasnya? Dengan tingkat kebandelan yang udah lu capai, semerta-merta lu puas? Dan akhirnya lu bosen trus berhenti? Seenak ketek ninggalin kebandelan itu? Yakin? Adanya lu terlena, terbiasa, dan akhirnya lupa sama kebiasaan baik yang ngasih banyak manfaat ke lu.
Emang hidup di jalan lurus ga ada tantangannya? Banyak! Lu pikir bertahan dengan kebiasaan baik dalam segala kondisi gampang? Seimbangin nafsu sama kewajiban gampang? Bisa cita-cita dikejar cuma modal angan? NGIMPI LU SELANGIT!
It's okay kalo lu agak cenderung ke hal yang terkesan negatif. Asal tau jati diri sendiri. Tau batesannya. Always watchful lah. Bisa seimbang. Tau harus ngapain. Dan yang penting, sesuai porsi. Sadar kewajiban yang ga boleh lu tinggalin.
Got it?
Tulisan ini buat siapa? Buat gua sendiri.
Tata Qonita.
Senin, 22 Februari 2016
Jumat, 24 Juli 2015
Terima Kasih, Teman-teman!
Teman teman, terima kasih...
Kepada mereka yang menjadi kakak
kelasku,
Terima kasih telah menjadi kakak
kelas yang menginspirasi
Memang, memang tak harus melulu
dibuktikan dengan sikap menyenangkan padaku; dekat; menyapa jika bertemu; membelaku;
mendukungku; tidak pernah menyakitiku; dan sejenis itu...
Tapi atas semua sikap, termasuk
yang tidak menyenangkan, walaupun aku tidak mengenalmu begitu dalam, atau kau
yang selalu ambil peran paling perhatian atas tindakanku -mengomentari you can
say-, atau kau yang selalu mencibir, atau bahkan tak menyukaiku, mengatakan
banyak hal tentangku, membanding-bandingkanku ...
Tidak apa-apa, terima kasih,
telah membagi perhatianmu. Tapi biarkan aku hidup bersama duniaku. Biarkan aku
berkarya dengan duniaku. Lepaskan aku dari komentar yang mungkin, mengikatku. Inilah
aku. Biarkan aku belajar banyak dari sudut pandang yang berbeda denganmu.
Atau dari mereka yang bersikap
menyenangkan padaku. Terima kasih banyak. Terima kasih untuk selalu mendukung. Mengerti.
Memahami. Atau bahkan kau mungkin tidak mengenalku, tetapi akulah yang sepertinya
dekat dengan kehidupanmu. Terima kasih telah menjadi teladan. Terima kasih telah
menjadi inspirasi banyak sikap. Terima kasih telah menyindir sikapku yang
terkadang kurang pantas dengan amat halus dan bijaksana. Tindakan nyata. Inspirasi
banyak orang, bagi mereka yang mau memahami, bukan? Sungguh, sungguh terima
kasih.
Teman teman, terima kasih...
Kepada mereka yang menjadi adik
kelasku,
Terima kasih telah menjadi adik
kelas yang mengajariku banyak
Dari hal kecil, menyentil aku
untuk terus bersikap sebagaimana mestinya ketika aku sedang khilaf. Mengingatkan
ketika aku tak peka, tak peduli, meski sebenarnya aku sadar aku sedang salah. Terima
kasih telah mendidik aku untuk lebih dewasa. Dari kalian aku belajar tentang
penerimaan dalam hidup. Tentang bagaimana menjadi uhm, kakak. Terima kasih atas partisipasi dalam banyak hal. Tanpa kalian
mungkin, tak ada warna yang ramai dalam coretan jejak perjalanan kami.
Senin, 30 Maret 2015
Jatuh Itu Perlu
Bismillah.
What do you think if you 'fall'
from high position?
Jatuh, bukan artian sebenarnya.
Ketika lu adalah orang yang bisa ini, bisa itu, ahli ini, ahli itu. Ketika lu
selalu teratas dalam suatu/ berbagai hal, maka lu perlu jatuh.
Seringkali kita merasa saat kita
lagi jatuh itu, saat biasanya hukum –gue-selalu-bisa-mendapatkan-apa-yang-gue-mau
ga lagi berlaku, kita langsung minder. Down. Ngedrop. Berasa gak punya apa-apa.
Gak bisa apa-apa.
Langsung ngerasa, katakanlah, “Oh
ternyata gue gabisa. Seorang gue coy! Gue! Seorang gue dikalahin! Punya apa gue
punya apaa… Oh Tuhaaan”. Lebay over. Haha. Tapi gak jauh-jauh lah dari itu. Contohnya
aja nih, seorang anak yang nilainya selalu 100, 90, serendah-rendahnya 85 itupun
jaarang beut, sebuat aja T (Tata haha AMIN). Ketika si T dapet nilai 80 aja,
apa yang dia rasain?
Mental dia belum terasah buat di
posisi bawah. Maka sekalinya dia dibawah, dia langsung tekapar~ #ea. Mindset dia
langsung keruh. Negatif. Ah udahlah, gue yang biasanya bisa aja dah gabisa. Gitu.
Padahal kalo dia terus belajar aja, nilai dia bisa kedongkrak lagi. Padahal ya,
inilah kehidupan. Kadang diatas, kadang dibawah. Kadang pasang, kadang surut. Kadang
hitam, kadang putih. Ya gak? Dunia ini gak sebatas ruang lingkup kehidupan lu
doang! Jenjang atas itu lebih keras dan masih panjang. Kalo lu terus-terusan
belum terbiasa dan gak kuat berada di posisi bawah, gimana lu bisa bertahan
nanti? Gitu tuh. Azek.
Senin, 16 Maret 2015
Sudut Pandang
Bismillah.
Kadang, ga
semua kejadian, peristiwa, pribadi orang, masalah-masalah, atau apapun itu bisa
langsung kita nilai dari kasat mata
Liat dari
kulit doang, liat dari luar doang, liat satu kali doang
Sok tahu
menilai, menyimpulkan macam-macam
Terus
akhirnya, kesimpulan yang kita tarik malah salah
Gak jarang
berbanding terbalik sama kenyataan
Lama-lama
jadi gosip, desas-desus kosong tanpa makna
Gak bisa
seegois itu hey, mengambil kesimpulan!
Ibarat kue
dengan dekorasi yang keliatannya berantakan
Tapi
rasanya? Siapa yang tahu kan?
Lantas apa
kita bisa langsung menilai rasa dari dekorasinya?
Why you are
too short to think, hey?
Bisa jadi
rasa kue itu enak, punya paduan rasa yang menarik
BEDA dari
yang lain
Kalo bisa
lebih istimewa kenapa enggak?
Sudut
pandang itu bukan cuma satu
Bukan cuma
milikmu,
Masih banyak
sudut sudut lain yang perlu kamu jelajahi -.-
Paham?
So,
Belajarlah
menilai dari pendapat semua orang,
Jangan dari
pendapat sendiri,
dan pelajari
dahulu sesuatu yang mau kau tarik kesimpulannya
Menilailah
dengan profesional!
.
.
.
#haha
Langganan:
Postingan (Atom)